Istilah Pelog Salendro menunjuk pada penggunaan laras. Sebenarnya
istilah ini berasal dari Jawa Tengah. Begitu juga wujud gamelannya hampir
serupa bahkan sama dengan gamelan pelog slendro Jawa tengah. Orang Sunda
menyebut kedua laras itu dengan sebutan Melog dan Nyalendro. Yang berarti mirip Pelog dan mirip Salendro.
Namun demikian gamelan ini hanyalah sebuah unit instrumen, walaupun wujudnya
dapat dipastikan berasal dari Jawa Tengah, orang-orang Sunda menggunakannya
dengan cita rasa serta estetika budayanya sendiri.
Dalam jenis musik kiliningan (Jawa: Klenengan), banyak repertoar karya
berdasar pada gamelan berlaras Nyalendro. Sedangkan penggunaan laras melog
biasanya hanya merupakan semacam transposisi untuk memainkan beberapa repertoar
agar memiliki suasana lain. Dengan demikian penggunaan kedua laras tersebut
masih terpisah. Dalam memainkan suatu karya, jika mau menggunakan laras pelog
tidak bisa menggunakan laras Salendro begitu pun sebaliknya. Kalaupun pada gending-gending
tertentu menggunakan kedua laras ini, akan tetapi secara kompositoris hal itu
sekali lagi hanya sebagai transposisi saja. Bagi orang Sunda sebenarnya untuk
memainkan jenis musik Kiliningan cukup dengan gamelan berlaras Nyalendro
saja, karena dalam memainkan berbagai varian melodi seperti permainan rebab,
sinden atau Alok,
dapat menggunakan berbagai laras selain laras Nyalendro, seperti laras Degung,
Madenda,
Mataraman
dan lain sebagainya.
Menurut teori Rd.
Mahyar Angga Kusumadinata bahwa beberapa laras yang sering digunakan dalam
musik sunda berdasar pada laras Salendro. Untuk lebih jelas berikut ini gambaran interval
tentang laras salendro dengan laras lainnya.
Secara teori, jarak interval dari ketiga laras tadi antara lain Degung,
Madenda
dan Mataraman,
dapat diperluas lagi. Tetapi perlu ditegaskan bahwa ketiga laras ini memiliki
karakter yang khas yang sebenarnya secara praktek, teori ini tidak begitu
akurat. Oleh karena tidak ada standar dalam penentuan nada dasar, akhirnya
teori ini sangat bermanfaat sebagai bahan perbandingan atau bayangan interval
dalam penggunaan berbagai laras tadi. Bagi pemain rebab, sinden atau alok
profesional perpindahan laras satu pada laras lainnya dilakukan secara
”improvisatif” berdasarkan konsep musiknya. Dalam memperkaya khasanah tentang
laras pada musik gamelan Sunda, yang awalnya varian laras itu hanya dimainkan
oleh rebab,
vokal serta alok, akhir-akhir ini dibuat gamelan yang kurang lebih
berdasarkan teori seperti diatas. Gamelan ini dikenal dengan istilah gamelan selap,
artinya tedapat nada-nada sisipan selain nada-nada pokok yaitu laras Salendro.
Gamelan seperti ini biasanya sering digunakan untuk gamelan wayang.
Sedangkan teori
tentang interval pada laras pelog berbeda dengan laras salendro. Dalam musik
Sunda penggunaan laras pelog dapat dibagi dalam tiga surupan yaitu Jawar, Liwung
dan Sorog.
Berikut ini gambaran interval tentang laras pelog.
Ttugu . sr sorog Ssinggul Ggalimer
Ppanelu bbungur . Lloloran Ttugu
Jawar ! (5+) 5 4 3 (3-) 2 1
Liwung # @ ! 5 4 3
Sorog 4 3 2 1 5 4
Keterangan: Jarak terkecil adalah 1331/3 cent. Jarak dalam
satu gembyang
(oktaf) adalah 1200 cent.
Pada beberapa
karya Mang Koko yang selanjutnya dapat disebut sebagai gamelan kreasi baru,
penggunaan gamelan pelog salendro dalam garapannya telah menjadi kesatuan
konsep. Namun demikian tidak berarti penggunaannya dimainkan secara bersamaan,
akan tetapi dilihat dari aspek kompositoris bahwa pengunaan kedua laras ini
merupakan sebuah tuntutan yang menjadi kesatuan. Salah satu contoh misalnya
pada karya “Hujan Munggaran”, tidak bisa menggunakan gamelan yang hanya satu
laras tetapi mesti menggunakan kedua-duanya yaitu gamelan pelog salendro.
Jumlah instrumen
gamelan pelog
salendro masing-masing memiliki jumlah yang sama kecuali instrumen kendang, bedug,
kecrek, ketuk kempyang dan rebab hanya satu, artinya dapat digunakan untuk laras pelog
maupun salendro.
Dalam beberapa repertoar karya baik bentuk musik kiliningan,
wayang golek atau kreasi baru Mang Koko, penggunaan gamelan seperti di atas
sebenarnya tidak baku. Bisa dikurangi atau ditambah dengan instrumen lain
tergantung kebutuhan karya itu sendiri.
Saat ini penggunaan gamelan pelog salendro dilihat dari aspek gramatika musiknya telah
berkembang lebih jauh. Apakah kedua laras ini dimainkan bersamaan atau tidak,
apakah dilakukan eksplorasi dalam menggabungan kedua laras itu, apakah hanya
menggunakan instrumen berpenclon saja dan seterusnya, semua itu merupakan upaya
dalam pembaruan musik gamelan. Upaya-upaya itu seringkali dilakukan oleh para
seniman terutama pada karya-karya mutakhir baik karya gamelan untuk tari maupun
gamelan kontemporer.
Untuk menghormati orang yang sudah menulis artikel ini, saya mencantumkan link asli artikel ini.
0 Comment:
Posting Komentar